PENDIDIKAN
ISLAM DI ACEH
KATA
PENGANTAR
Segala
puji dan syukur hanya teruntuk bagi Ilahi Rabbil Izzati, atas seluruh
anugerah yang dikaruniakan kepada hamba yang dicintaiNya. Seraya kita berdoa
semoga salam sejahtera senantiasa tercurah kepada Baginda Nabi Muhammad saw,
keluarga, para sahabat, dan umatnya yang selalu mengikuti jejak sunnahnya.
Tentu kita berharap mudah-mudahan kita termasuk didalamnya. Amin ya Rabbal
‘alamin.
Penulis
bersyukur kepada ILahi Rabbi dan juga ucapan terimakasih kepada Ibu
Hj.Rahmihani selaku dosen pembimbing untuk mata kuliah Sejarah Pendidikan
Islam yang telah memberi pengarahan dan masukan pada saya, sehingga makalah
yang berjudul “Pendidikan Islam di Aceh” ini bisa terselesaikan.
Tentunya
sajian makalah ini masih jauh dari sempurna. Dengan penuh kesadaran dan segala
kerendahan hati, saya menyadari bahwa hanya Allah_lah yang memiliki segala
kesempurnaan, sehingga tentu masih banyak lagi rahasiaNya yang belum tergali
dan belum kita ketahui. Oleh karenanya saya senantiasa mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari Bapak dan teman-teman sekalian..
Hanya
kepada Allah segala doa saya panjatkan, segala pinta saya ajukan, serta segala
damba kami persembahkan untuk mendapat ijabah dan perkenan dariNya. Amin ya
Rabbal’alamin….
Barabai, April 2011
Wassalam
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar................................................................................................. i
Daftar Isi.......................................................................................................... ii
BAB I : Pendahuluan....................................................................................... 1
A.
Latar Belakang................................................................................... 1
B.
Tujuan Penulisan................................................................................ 1
C.
Metode Penulisan............................................................................... 1
BAB II : Pendidikan
Islam di Aceh................................................................. 2
A.
Pusat Keunggulan Pengkajian Islam pada Masa Kerajaan Islam
di Aceh.............................................................................................. 2
B.
Pusat Keunggulan Pengkajian Islam pada Tiga kerajaan Islam
di Aceh................................................................................................ 5
C.
Manfaat Mempelajari sejarah Pendidikan Islam di Indonesia........... 10
BAB III : Penutup............................................................................................ 12
Daftar Pustaka.................................................................................................. 13
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pendidikan
adalah salah satu unsur dari aspek sosial budaya yang berperan sangat strategis
dalam pembinaan suatu keluarga, masyarakat atau bangsa. Kestrategisan peranan
ini pada intinya merupakan suatu ikhtiar yang dilaksanakan secara sadar,
sistematis, terarah dan terpadu untuk memanusiakan peserta didik serta
menjadikan mereka sebagai khalifah dimuka bumi.
Sejarah
Pendidikan Islam sama tuanya dengan masuknya agama Islam ke
Indonesia. Hal ini disebabkan karena penduduk Indonesia pada saat
itu yang baru saja memeluk agama Islam ingin mempelajari dan mengetahui lebih
dalam tentang ajaran-ajaran Islam.
B.
Tujuan
penulisan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah guna memperlancar proses belajar
mengajar di perkuliahan Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Barabai
C.
Metode
Penulisan
Didalam penyusunan karya ilmiah ini,
penulis menggunakan metode, antara lain seperti :
1.
Library
Research atau Kepustakaan. Maksudnya bahwa dalam pembuatan atau penyusunan
karya ilmiah ini berdasarkan kajian atau telaahan dari berbagai buku
kepustakaan, terutama yang ada hubungan dengan judul yang penulis kemukakan,
yang penulis kutip secara langsung ataupun tidak langsung.
2.
Metode
Kooperatif, yaitu dengan cara membandingkan beberapa pendapat orang lain dan
pengalaman penulis sendiri untuk dapat dijadikan satu kesimpulan-kesimpulan
yang dipandang penting oleh penulis.
BAB
II
PENDIDIKAN
ISLAM DI ACEH
A. Pusat Keunggulan Pengkajian Islam Pada
Masa Kerajaan Islam di Aceh
1.
Masuk
dan Berkembangnya Islam di Aceh
Hampir
semua ahli sejarah menyatakan bahwa dearah Indonesia yang mula-mula di masuki
Islam ialah daerah Aceh.(Taufik Abdullah, 1983: 4). Berdasarkan kesimpulan
seminar tentang masuknya Islam ke Indonesia yang berlangsung di Medan pada
tanggal 17 – 20 Maret 1963, yaitu:
a.
Islam
untuk pertama kalinya telah masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M, dan langsung
dari Arab.
b.
Daerah
yang pertama kali didatangi oleh Islam adalah pesisir Sumatera, adapun kerajaan
Islam yang pertama adalah di Pasai.
c.
Dalam
proses pengislaman selanjutnya, orang-orang Islam Indonesia ikut aktif
mengambil peranan dan proses penyiaran Islam dilakukan secara damai.
d.
Keterangan
Islam di Indonesia, ikut mencerdaskan rakyat dan membawa peradaban yang tinggi
dalam membentuk kepribadian bangsa Indonesia.(Taufik Abdullah, 1983: 5)
Masuknya
Islam ke Indonesia ada yang mengatakan dari India, dari Persia, atau dari Arab.
(Musrifah, 2005: 10-11). Dan jalur yang digunakan adalah:
1)
Perdagangan,
yang mempergunakan sarana pelayaran
2)
Dakwah,
yang dilakukan oleh mubaligh yang berdatangan bersama para pedagang, para
mubaligh itu bisa dikatakan sebagai sufi pengembara.
3)
Perkawinan,
yaitu perkawinan antara pedagang muslim, mubaligh dengan anak bangsawan
Indonesia, yang menyebabkan terbentuknya inti sosial yaitu keluarga muslim dan
masyarakat muslim.
4)
Pendidikan.
Pusat-pusat perekonomian itu berkembang menjadi pusat pendidikan dan penyebaran
Islam.
5)
Kesenian.
Jalur yang banyak sekali dipakai untuk penyebaran Islam terutama di Jawa adalah
seni.
Bentuk
agama Islam itu sendiri mempercepat penyebaran Islam, apalagi sebelum masuk ke
Indonesia telah tersebar terlebih dahulu ke daerah-daerah Persia dan India,
dimana kedua daerah ini banyak memberi pengaruh kepada perkembangan kebudayaan
Indonesia. Dalam perkembangan agama Islam di daerah Aceh, peranan mubaligh
sangat besar, karena mubaligh tersebut tidak hanya berasal dari Arab, tetapi
juga Persia, India, juga dari Negeri sendiri.
Ada
dua faktor penting yang menyebabkan masyarakat Islam mudah berkembang di Aceh,
yaitu:
a.
Letaknya
sangat strategis dalam hubungannya dengan jalur Timur Tengah dan Tiongkok.
b.
Pengaruh
Hindu – Budha dari Kerajaan Sriwijaya di Palembang tidak begitu berakar kuat
dikalangan rakyat Aceh, karena jarak antara Palembang dan Aceh cukup
jauh.(A.Mustofa, Abdullah, 1999: 53)
Sedangkan
Hasbullah mengutip pendapat Prof. Mahmud Yunus, memperinci faktor-faktor yang
menyebabkan Islam dapat cepat tersebar di seluruh Indonesia (Hasbullah, 2001:
19-20), antara lain:
1.
Agama
Islam tidak sempit dan berat melakukan aturan-aturannya, bahkan mudah ditiru
oleh segala golongan umat manusia, bahkan untuk masuk agama Islam saja cukup
dengan mengucap dua kalimah syahadat saja.
2.
Sedikit
tugas dan kewajiban Islam
3.
Penyiaran
Islam itu dilakukan dengan cara berangsur-angsur sedikit demi sedikit.
4.
Penyiaran
Islam dilakukan dengan cara bijaksana.
5.
Penyiaran
Islam dilakukan dengan perkataan yang mudah dipahami umum, dapat dimengerti
oleh golongan bawah dan golongan atas.
Konversi
massal masyarakat Nusantara kepada Islam pada masa perdagangan terjadi karena
beberapa sebab (Musrifah, 2005: 20-21), yaitu:
a.
Portilitas
(siap pakai) sistem keimanan Islam.
b.
Asosiasi
Islam dengan kekayaan. Ketika penduduk pribumi Nusantara bertemu dan
berinteraksi dengan orang muslim pendatang di pelabuhan, mereka adalah pedagang
yang kaya raya. Karena kekayaan dan kekuatan ekonomi, mereka bisa memainkan
peranan penting dalam bidang politik dan diplomatik.
c.
Kejayaan
militer. Orang muslim dipandang perkasa dan tangguh dalam peperangan.
d.
Memperkenalkan
tulisan. Agama Islam memperkenalkan tulisan ke berbagai wilayah Asia Tenggara
yang sebagian besar belum mengenal tulisan.
2.
Mengajarkan
penghapalan Al-Qur’an. Hapalan menjadi sangat penting bagi penganut baru,
khususnya untuk kepentingan ibadah, seperti sholat.
3.
Kepandaian
dalam penyembuhan. Tradisi tentang konversi kepada Islam berhubungan dengan
kepercayaan bahwa tokoh-tokoh Islam pandai menyembuhkan. Sebagai contoh, Raja
Patani menjadi muslim setelah disembuhkan dari penyakitnya oleh seorang Syaikh
dari Pasai.
4.
Pengajaran
tentang moral. Islam menawarkan keselamatan dari berbagai kekuatan jahat dan
kebahagiaan di akhirat kelak.
B. Pusat
Keunggulan Pengkajian Islam Pada Tiga Kerajaan Islam di Aceh.
1. Zaman Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan
Islam pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudra Pasai, yang didirikan pada
abad ke-10 M dengan raja pertamanya Malik Ibrahim bin Mahdum. Yang kedua
bernama Al-Malik Al-Shaleh dan yang terakhir bernama Al-Malik Sabar Syah (tahun
1444 M/ abad ke-15 H). (Mustofa Abdullah, 1999: 54)
Pada
tahun 1345, Ibnu Batutah dari Maroko sempat singgah di Kerajaan Pasai pada
zaman pemerintahan Malik Az-Zahir, raja yang terkenal alim dalam ilmu agama dan
bermazhab Syafi’i, mengadakan pengajian sampai waktu sholat Ashar dan fasih
berbahasa Arab serta mempraktekkan pola hidup yang sederhana. (Zuhairini,et.al,
2000: 135)
Keterangan
Ibnu Batutah tersebut dapat ditarik kesimpulan pendidikan yang berlaku di zaman
kerajaan Pasai sebagai berikut:
a.
Materi
pendidikan dan pengajaran agama bidang syari’at adalah Fiqh mazhab Syafi’i
b.
Sistem
pendidikannya secara informal berupa majlis ta’lim dan halaqoh
c.
Tokoh
pemerintahan merangkap tokoh agama
d.
Biaya
pendidikan bersumber dari negara.(Zuhairini, et.al., 2000: 136)
Pada
zaman kerajaan Samudra Pasai mencapai kejayaannya pada abad ke-14 M, maka
pendidikan juga tentu mendapat tempat tersendiri. Mengutip keterangan Tome
Pires, yang menyatakan bahwa “di Samudra Pasai banyak terdapat kota, dimana
antar warga kota tersebut terdapat orang-orang berpendidikan”.(M.Ibrahim,
et.al, 1991: 61)
Menurut
Ibnu Batutah juga, Pasai pada abad ke-14 M, sudah merupakan pusat studi Islam
di Asia Tenggara, dan banyak berkumpul ulama-ulama dari negara-negara Islam.
Ibnu Batutah menyatakan bahwa Sultan Malikul Zahir adalah orang yang cinta
kepada para ulama dan ilmu pengetahuan. Bila hari jum’at tiba, Sultan
sembahyang di Masjid menggunakan pakaian ulama, setelah sembahyang mengadakan
diskusi dengan para alim pengetahuan agama, antara lain: Amir Abdullah dari
Delhi, dan Tajudin dari Ispahan. Bentuk pendidikan dengan cara diskusi disebut
Majlis Ta’lim atau halaqoh. Sistem halaqoh yaitu para murid mengambil posisi
melingkari guru. Guru duduk di tengah-tengah lingkaran murid dengan posisi
seluruh wajah murid menghadap guru.
2.
Kerajaan
Perlak
Kerajaan
Islam kedua di Indonesia adalah Perlak di Aceh. Rajanya yang pertama Sultan
Alaudin (tahun 1161-1186 H/abad 12 M). Antara Pasai dan Perlak terjalin kerja
sama yang baik sehingga seorang Raja Pasai menikah dengan Putri Raja Perlak.
Perlak merupakan daerah yang terletak sangat strategis di Pantai Selat Malaka,
dan bebas dari pengaruh Hindu.(Hasbullah, 2001: 29)
Kerajaan
Islam Perlak juga memiliki pusat pendidikan Islam Dayah Cot Kala. Dayah
disamakan dengan Perguruan Tinggi, materi yang diajarkan yaitu bahasa Arab,
tauhid, tasawuf, akhlak, ilmu bumi, ilmu bahasa dan sastra Arab, sejarah dan
tata negara, mantiq, ilmu falaq dan filsafat. Daerahnya kira-kira dekat Aceh
Timur sekarang. Pendirinya adalah ulama Pangeran Teungku Chik M.Amin, pada
akhir abad ke-3 H, abad 10 M. Inilah pusat pendidikan pertama.
Rajanya
yang ke enam bernama Sultan Mahdum Alaudin Muhammad Amin yang memerintah antara
tahun 1243-1267 M, terkenal sebagai seorang Sultan yang arif bijaksana lagi
alim. Beliau adalah seorang ulama yang mendirikan Perguruan Tinggi Islam yaitu
suatu Majlis Taklim tinggi dihadiri khusus oleh para murid yang sudah alim.
Lembaga tersebut juga mengajarkan dan membacakan kitab-kitab agama yang
berbobot pengetahuan tinggi, misalnya kitab Al-Umm karangan Imam
Syafi’i.(A.Mustofa, Abdullah, 1999: 54)
Dengan
demikian pada kerajaan Perlak ini proses pendidikan Islam telah berjalan cukup baik.
3.
Kerajaan
Aceh Darussalam
Proklamasi
kerajaan Aceh Darussalam adalah hasil peleburan kerajaan Islam Aceh di belahan
Barat dan Kerajaan Islam Samudra Pasai di belahan Timur. Putra Sultan Abidin
Syamsu Syah diangkat menjadi Raja dengan Sultan Alaudin Ali Mughayat Syah
(1507-1522 M).
Bentuk
teritorial yang terkecil dari susunan pemerintahan Kerajaan Aceh adalah Gampong
(Kampung), yang dikepalai oleh seorang Keucik dan Waki (wakil). Gampong-gampong
yang letaknya berdekatan dan yang penduduknya melakukan ibadah bersama pada
hari jum’at di sebuah masjid merupakan suatu kekuasaan wilayah yang disebut
mukim, yang memegang peranan pimpinan mukim disebut Imeum mukim.(M. Ibrahim,
et.al., 1991: 75)
Jenjang
pendidikan yang ada di Kerajaan Aceh Darussalam diawali pendidikan terendah
Meunasah (Madrasah). Yang berarti tempat belajar atau sekolah, terdapat di
setiap gampong dan mempunyai multi fungsi antara lain:
a.
Sebagai
tempat belajar Al-Qur’an
b.
Sebagai
Sekolah Dasar, dengan materi yang diajarkan yaitu menulis dan membaca huruf
Arab, Ilmu agama, bahasa Melayu, akhlak dan sejarah Islam.
Fungsi
lainnya adalah sebagai berikut:
a.
Sebagai
tempat ibadah sholat 5 waktu untuk kampung itu.
b.
Sebagai
tempat sholat tarawih dan tempat membaca Al-Qur’an di bulan puasa.
c.
Tempat
kenduri Maulud pada bulan Mauludan.\
d.
Tempat
menyerahkan zakat fitrah pada hari menjelang Idhul Fitri atau bulan puasa
e.
Tempat
mengadakan perdamaian bila terjadi sengketa antara anggota kampung.
f.
Tempat
bermusyawarah dalam segala urusan.
g.
Letak
meunasah harus berbeda dengan letak rumah, supaya orang segera dapat mengetahui
mana yang rumah atau meunasah dan mengetahui arah kiblat sholat. (M. Ibrahim,
1991: 76)
Selanjutnya
sistem pendidikan di Dayah (Pesantren) seperti di Meunasah tetapi materi yang
diajarkan adalah kitab Nahu, yang diartikan kitab yang dalam Bahasa Arab,
meskipun arti Nahu sendiri adalah tata bahasa (Arab). Dayah biasanya dekat
masjid, meskipun ada juga di dekat Teungku yang memiliki dayah itu sendiri,
terutama dayah yang tingkat pelajarannya sudah tinggi. Oleh karena itu orang
yang ingin belajar nahu itu tidak dapat belajar sambilan, untuk itu mereka
harus memilih dayah yang agak jauh sedikit dari kampungnya dan tinggal di dayah
tersebut yang disebut Meudagang. Di dayah telah disediakan pondok-pondok kecil
mamuat dua orang tiap rumah. Dalam buku karangan Hasbullah, Sejarah Pendidikan
Islam di Indonesia, istilah Rangkang merupakan madrasah seringkat Tsanawiyah,
materi yang diajarkan yaitu bahasa Arab, ilmu bumi, sejarah, berhitung, dan
akhlak. Rangkang juga diselenggarakan disetiap mukim. (Hasbullah, 2001: 32)
Bidang
pendidikan di kerajaan Aceh Darussalam benar-benar menjadi perhatian. Pada saat
itu terdapat lembaga-lembaga negara yang bertugas dalam bidang pendidikan dan
ilmu pengetahuan yaitu:
a.
Balai
Seutia Hukama, merupakan lembaga ilmu pengetahuan, tempat berkumpulnya para
ulama, ahli pikir dan cendikiawan untuk membahas dan mengembangkan ilmu
pengetahuan.
b.
Balai
Seutia Ulama, merupakan jawatan pendidikan yang bertugas mengurus
masalah-masalah pendidikan dan pengajaran.
c.
Balai
Jama’ah Himpunan Ulama, merupakan kelompok studi tempat para ulama dan sarjana
berkumpul untuk bertukar fikiran membahas persoalan pendidikan dan ilmu
pendidikannya.
Tokoh
pendidikan agama Islam lainnya yang berada di kerajaan Aceh adalah Hamzah
Fansuri. Ia merupakan seorang pujangga dan guru agama yang terkenal dengan
ajaran tasawuf yang beraliran wujudiyah. Diantara karya-karya Hamzah Fansuri
adalah Asrar Al-Aufin, Syarab Al-Asyikin, dan Zuiat Al-Nuwahidin. Sebagai
seorang pujangga ia menghasilkan karya-karya, Syair si burung pungguk, syair
perahu.
Ulama
penting lainnnya adalah Syamsuddin As-Samathrani atau lebih dikenal dengan
Syamsuddin Pasai. Ia adalah murid dari Hamzah Fansuri yang mengembangkan paham
wujudiyah di Aceh. Kitab yang ditulis, Mir’atul al-Qulub, Miratul Mukmin dan
lainnya.
Ulama
dan pujangga lain yang pernah datang ke kerajaan Aceh ialah Syekh Nuruddin
Ar-Raniri. Ia menentang paham wujudiyah dan menulis banyak kitab mengenai agama
Islam dalam bahasa Arab maupun Melayu klasik. Kitab yang terbesar dan tertinggi
mutu dalam kesustraan Melayu klasik dan berisi tentang sejarah kerajaan Aceh
adalah kitab Bustanul Salatin.
Pada
masa kejayaan kerajaan Aceh, masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636) oleh
Sultannya banyak didirikan masjid sebagai tempat beribadah umat Islam, salah
satu masjid yang terkenal Masjid Baitul Rahman, yang juga dijadikan sebagai
Perguruan Tinggi dan mempunyai 17 daars (fakultas).
C.
Manfaat
Mempelajari Sejarah Pendidikan Islam
Dengan mengkaji sejarah akan bisa
memperoleh informasi tentang pelaksanaan pendidikan islam dari zaman Rosulullah
sampai sekarang mulai dari pertumbuhan, perkembangan, kemajuan, kemunduran, dan
kebangkitan kembali tentang pendidikan islam. Dari sejarah dapat diketahui
segala sesuatu yang terjadi dalam penyelenggaraan pendidikan islam dengan
segala ide, konsep, intitusi, sistem, dan operasionalisnya yang terjadi dari
waktu ke waktu, jadi sejarah pada dasarnya tidak hanya sekedar memberikan
romantisme tetapi lebih dari itu merupakan refleksi historis. Dengan demikian
belajar sejarah pendidikan islam dapat memberikan semangat (back projecting
theory) untuk membuka lembaran dan mengukir kejaya dan kemajuan pendidikan
islam yang baru dan lebih baik. Dengan demikian sejarah pendidikan islam sebagai
study tentang masalah-masalah yang berhubungan dengan sejarah pendidikan sudah
barang tentu sangat bermanfaat terutama dalam rangka memberikan sumbangan bagi
pertumbuhan atau perkembangan pendidikan.
Secara umum sejarah memegang peranan penting
bagi kehidupan umat manusia. Hal ini karena sejarah menyimpan atau mengandung
kekuatan yang dapat menimbulkan dinamisme dan melahirkan nilai-nilai baru bagi
pertumbuhan serta perkembangan kehidupan umat manusia. Sumber utama ajaran
Islam (Al-Qur’an) mengandung cukup banyak nilai-nilai kesejarahan yang langsung
dan tidak langsung mengandung makna benar, pelajaran yang sangat tinggi dan
pimpinan utama khususnya umat islam. Ilmu tarikh (sejarah) dalam islam menduduki arti penting dan berguna dalam
kajian dalam islam. Oleh karena itu kegunaan sejarah pendidikan meliputi dua
aspek yaitu kegunaan yang bersifat umum dan yang bersifat akademis14.
Sejarah pendidikan islam memiliki kegunaan tersendiri diantaranya sebagai
faktor keteladanan, cermin, pembanding, dan perbaikan keadaan. Sebagai faktor
keteladanan dapat dimaklumi karena al-Qur’an sebagai sumber ajaran islam banyak
mengandung nilai kesejarahan sebagai teladan
Pada
dasarnya, minimal ada dua manfaat dalam studi sejarah pendidikan Islam, yaitu :
1.
Yang
bersifat umum
Sejarah
pendidikan Islam mempunyai kegunaan sebagai faktor keteladanan.
Kenyataan ini sejalan dengan apa yag tersirat dan tersirat pada firman Allah
SWT surah Al-Ahzab ayat 21, yaitu:
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_öt ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sur ©!$# #ZÏVx. ÇËÊÈ
Artinya: "Sesungguhnya Telah
ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah". (Q.S.Al-Ahzab : 21)
2.
Yang
bersifat khusus
Khusus
disni maksudnya bersifat akademis, karena kegunaan
sejarah pendidikan Islam selain memberikan perbendaharaan
perkembangan ilmu pengetahuan (teori dan praktek), juga unuk membuktikan
prosfektif baru dalam rangkan mencari relevansi pendidikan Islam terhadap
segala bentuk perbendaharaan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi.
BAB
III
PENUTUP
Pendidikan merupakan suatu proses
belajar engajar yang membiasakan kepada warga masyarakat sedini mungkin untuk
menggali, memahami dan mengamalkan semua nilai yang disepakati sebagai nilai
yang terpujikan dan dikehendaki, serta berguna bagi kehidupan dan perkembangan
ciri pribadi, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan Islam sendiri adalah
proses bimbingan terhadap peserta didik ke arah terbentuknya pribadi muslim
yang baik (insan kamil)
Keberhasilan dan kemajuan pendidikan
di masa kerajaan Islam di Aceh, tidak terlepas dari pengaruh Sultan yang
berkuasa dan peran para ulama serta pujangga, baik dari luar maupun setempat,
seperti peran Tokoh pendidikan Hazah Fansuri, Syamsudin As-Sumatrani, dan Syaeh
Nuruddin A-Raniri, yang menghasilkan karya-karya besar sehingga menjadikan Aceh
sebagai pusat pengkajian Islam.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Junbulah, Ali dan Al-Tuwaanisis
Futuh Abdul. Perbandingan Pendidikan
Islam. Rineka Cipta
Amir Faisal, Jusuf, Prof. Dr. Reorientasi
Pendidikan
Islam, Gema Insani Press. Jakarta. 1995
Asy Syalhub, Fuad. Guruku
Muhammad, Gema Insani Pres. Jakarta. 2006
Athiyah Al-Abrasyi, Muhammad. Prof.
Dr. Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam. Titian Ilahi Press, Yogyakarta.
1996.