PENDAHULUAN
Manusia
adalah suatu mahluk somato-psiko-sosial dan karena itu maka suatu pendekatan
terhadap manusia harus menyangkut semua unsur somatiK, psikologik, dan social.
Psikologi secara etimologi memiliki arti “ilmu tentang
jiwa”. Dalam Islam, istilah “jiwa” dapat disamakan istilah al-nafs, namun
ada pula yang menyamakan dengan istilah al-ruh, meskipun istilah al-nafs lebih
populer penggunaannya daripada istilah al-nafs. Psikologi dapat diterjamahkan
ke dalam bahasa Arab menjadi ilmu al-nafs atau ilmu al-ruh. Penggunaan
masing-masing kedua istilah ini memiliki asumsi yang berbeda.
Psikologi menurut Plato dan Aristoteles adalah
ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang hakikat jiwa serta prosesnya sampai
akhir.Menurut Wilhem Wundt (tokoh eksperimental) bahwa psikologi merupakan ilmu
pengetahuan yang mempelajari pengalaman-pengalaman yang timbul dalam diri
manusia , seperti penggunaan pancaindera, pikiran, perasaan, feeling dan kehendaknya.
Menurut Prof. Dr.
Zakiah Darajat bahwa psikologi agama meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan
tingkah laku orang atau mekanisne yang bekerja dalam diri seseorang, karena
cara seseorang berpikir, bersikap, bereaksi dan bertingkah laku tidak dapat
dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam kostruksi
pribadi
Belajar psikologi agama
tidak untuk membuktikan agama mana yang paling benar, tapi hakekat agama dalam
hubungan manusia dengan kejiwaannya , bagaimana prilaku dan kepribadiannya
mencerminkan keyakinannnya Mengapa manusia ada yang percaya Tuhan ada yang
tidak , apakah ketidak percayaan ini timbul akibat pemikiran yang ilmiah atau
sekedar naluri akibat terjangan cobaan hidup, dan pengalaman hidupnya.
DEFINISI AGAMA , TUHAN, SPIRITUAL DAN KEPERCAYAAN
A. Agama dan
Psikologi Agama
Agama berasal dari kata latin religio, yang dapat
berarti obligation/kewajiban
Agama dalam Encyclopedia of Philosophy adalah kepercayaan kepada Tuhan yang
selalu hidup, yakni kepada jiwa dan kehendak ilahi yang mengatur alam semesta
dan mempunyai hubungan moral dengan umat manusia (James Martineau)
Agama seseorang adalah ungkapan dari sikap akhirnya pada alam semesta,
makna, dan tujuan singkat dari seluruh kesadarannya pada segala sesuatu,
(Edward Caird)
Agama hanyalah upaya mengungkapkan realitas sempurna tentang kebaikan
melalui setiap aspek wujud kita (F.H Bradley)
Jadi agama pertama-tama harus dipandang sebagai
pengalaman dunia dalam individu yang mengsugestit esensi pengalaman semacam
kesufian, karena kata Tuhan berarti sesuatu yang dirasakan sebagai
supernatural, supersensible atau kekuatan diatas manusia. Hal ini lebih
bersifat personal/pribadi yang merupakan proses psikologis seseorang
Yang kedua adalah adanya keimanan, yang sebenarnya
intrinsik ada pada pengalaman dunia dalam seseorang. Kemudian efek dari adanya
keimanan dan pengalaman dunia yaitu peribadatan.
Tidak ada satupun definisi tentang agama (religion) yang dapat diterima
secara umum, karena para filsuf, sosiolog, psikolog merumuskan agama menurut
caranya masing-masing, menurut sebagian filsuf religion adalah ”Supertitious
structure of incoheren metaphisical notion. Sebagian ahli sosiolog lebih
senang menyebut religion sebagai “collective expression of human values”. Para pengikut Karl Marx mendifinisikan Religion sebagai “the
opiate of people”. Sebagian Psikolog menyimpulkan religion adalah “mystical
complex surrounding a projected superego” disini menjadi jelas bahwa tidak ada
batasan tegas mengenai agama/religion yang mencakup berbagai fenomena religion.
Menurut Einstein , pada pidato tahun 1939
di depan Princeton Theological seminar, ”ilmu pengetahuan hanya dapat
diciptakan oleh mereka yang dipenuhi dengan gairah untuk mencapai kebenaran dan
pemahaman, tetapi sumber perasaan itu berasal dari tataran agama, termasuk
didalamnya keimanan pada kemungkinan bahwa semua peraturan yang berlaku pada
dunia wujud itu bersifat rasional, artinya dapat dipahami akal. Saya tidak
dapat membayangkan ada ilmuwan sejati yang tidak mempunyai keimanan yang
mendalam seperti itu, ilmu pengetahuan tanpa agama lumpuh, agama tanpa ilmu
pengetahuan buta
Psikologis atau ilmu jiwa mempelajari manusia
dengan memandangnya dari segi kejiwaan yang menjadi obyek ilmu jiwa yaitu
manusia sebagai mahluk berhayat yang berbudi. Sebagai demikian, manusia tidak
hanya sadar akan dunia disekitarnya dan akan dorongan alamiah yang ada padanya,
tetapi ia juga menyadari kesadaranya itu , manusia mempunyai kesadaran diri ia
menyadati dirinya sebagai pribadi, person yang sedang berkembang , yang
menjalin hubungan dengan sesamanya manusia yang membangun tata ekonomi dan
politik yang menciptakan kesenian, ilmu pengetahuan dan tehnik yang hidup
bermoral dan beragama.
Kepercayaan dan pengamalannya sangat beragam
antara tradisi yang utama dan usaha dalam mendifinisikan agama itu sendiri
secara keseluruhan yang sempurna. Agama sendiri menurut bahasa latin berasal
dari kata religio, yang dapat di artikan sebagai kewajiban atau ikatan
Menurut Oxford English
Dictionary, religion represent the human recognition of super human controlling
power, and especially of a personal God or Gods entitle to obedience and
worship, agama menghadirkan ‘ manusia yang kehidupannya di kontrol oleh sebuah
kekuatan yang disebut Tuhan atau para dewa-dewa untuk patuh dan menyembahnya.
Psikologi agama
merupakan bagian dari psikologi yang mempelajari masalah-masalah kejiwaan yang
ada sangkut pautnya dengan keyakinan beragama, dengan demikian psikologi agama
mencakup 2 bidang kajian yang sama sekali berlainan , sehingga ia berbeda dari
cabang psikologi lainnya.
Menurut Prof. Dr.
Zakiah Darajat bahwa psikologi agama meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan
tingkah laku orang atau mekanisne yang bekerja dalam diri seseorang, karena
cara seseorang berpikir, bersikap, bereaksi dan bertingkah laku tidak dapat
dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam kostruksi
pribadi
Psikologi agama tidak
berhak membuktikan benar tidaknya suatu agama, karena ilmu pengetahuan tidak
mempunyai tehnik untuk mendemonstrasikan hal-hal yang seperti itu baik sekarang
atau masa depan, Ilmu pengetahuan tidak mampu membuktikan ketidak-adaan Tuhan,
karena tidak ada tehnik empiris untuk membuktikan adanya gejala yang tidak
empiris, tetapi sesuatu yang tidak dapat dibuktikan secara empiris bukanlah
berarti tidak ada jiwa. Psikologi agama sebagai ilmu pengetahuan empiria tidak
menguraikan tentang Tuhan dan sifat-sifatNya tapi dalam psikologi agama dapat
diuraikan tentang pengaruh iman terhadap tingkah laku manusia.
Psikologi dapat
menguraikan iman agama kelompok atau iman individu, dapat mempelajari
lingkungan-lingkungan empiris dari gejala keagamaan , tingkah laku keagamaan,
atau pengalaman keagamaan , pengalaman keagamaan, hukum-hukum umum tetang
terjadinya keimanan, proses timbulnya kesadaran beragama dan persoalan empiris
lainnya. Ilmu jiwa agama hanyalah menghadapi manusia dengan pendirian dan
perbuatan yang disebut agama, atau lebih tepatnya hidup keagamaan
B. Tuhan ( Allah )
Menurut Carl Jung (1955) Tuhan adalah sesuatu kekuatan yang
berpengaruh besar yang alami dan pengaruhnya tidak dapat di bendung : Very
personal nature and an irresistible influence, I call it God
Thomas Van Aquino
mengemukakan bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama itu ialah berfikir ,
manusia berTuhan karena manusia menggunakan kemapuan berfikirnya. Kehidupan beragama merupakan refleksi dari
kehidupan berfikir manusia itu sendiri. Pandangan semacam ini masih tetap
mendapatkan tempatnya hingga sekarang ini dimana para ahli mendewakan ratio
sebagai satu-satunya motif yang menjadi sumber agama
Fredrick Schleimacher berpendapat bahwa
yang menjadi sumber keagamaan itu adalah rasa ketergantungan yang mutlak (sense
of depend). Dengan adanya rasa ketergantungan yang mutlak ini manusia merasakan
dirinya lemah, kelemahan ini menyebabkan manusia selalu tergantung hidupnya
dengan suatu kekuasaan yang berada diluar dirinya, berdasarkan rasa
ketergantungan ini timbullah konsep tentang Tuhan.
Mengapa manusia ada yang bersifat Atheis ,
tidak percaya adanya Tuhan, ucapan terkenal sepanjang masa adalah dari seorang
yang bernama Nietscshe yang mengatakan “Gott ist Gestorben” Tuhan sudah mati.
Freud
menulis dalam future of an Illusion bahwa gagasan-gagasan agama muncul dari
kebutuhan yang sama seperti yang memunculkan pencapaian peradaban lainnya ,
yakni dari desakan untuk mempertahankan diri melawan kekuatan alam yang lebih
perkasa dan menaklukkan (kepercayaan agama hanyalah) ilusi, pemuasan dari
keinginan manusia yang paling tua, paling kuat, dan yang paling penting seperti
yang kita ketahui, kesan tidak berdaya yang menakutkan pada masa anak-anak
membangkitkan kebutuhan akan perlindungan melalui cinta yang diberikan oleh
sang Bapa jadi peraturan Tuhan yang maha kuasa dan Maha pengasih menentramkan
ketakutan kira akan bahaya kehidupan. Secara singkat pada waktu kecil anak
mengidola ayahnya sebagai pelindung dan pemelihara , ketika posisi anak tidak
berdaya, setelah dewasa ketika manusia berhadap dengan kekuatan yang maha
perkasa, ia kembali ingat kepada ayahnya, lalu ia berilusi tentang Tuhan yang
seperti ayahnya , untuk memenuhi kebutuhan seorang ayah ia menciptakan Tuhan
Bapak, manusia diciptakan tidak berdasar citra Tuhan , tetapi Tuhan diciptakan
berdasar citra manusia.
Bagaimana Freud seorang
psikoterapi dan seorang atheis berpendapat unsur kejiwaan yang menjadi sumber
keagamaan ialah sexual (naluri seksual). Berdasarkan libido ini timbullah idea
tentang ketuhanan, upacara keagamaan setelah melalui proses Oedipus Complex
(sebuah mythos Yunani yang menceritakan bahwa karena perasaan cinta kepada
ibunya, maka Oedipus membunuh ayahnya, sehingga setelah membunuh ayah timbul
rasa bersalah (sense of guilt) pada diri anak-anak itu. Father Image (citra
bapak) setelah membunuh timbul rasa bersalah yang kemudian perasaan itu
menimbulkan ide membuat suatu cara penebusan dengan memuja arwah ayah yang
telah mereka bunuh, Realisasi dari pembawaan itulah menurutnya sebagai asal
upacara keagamaan. Sigmund freud
yakin akan kebenaran pendapatnya itu berdasarkan kebencian setiap agama
terhadap dosa.
Freud membagi jiwa
dalam 3 bagian yang semuanya punya fungsi sendiri-sendiri: Id adalah
tempat dorongan naluri (instinct) dan berada dibawah
pengawasan proses primer, id bekerja
sesuai prinsip kesenangan. Ego (pribadi) tugasnya menghindari ketidak
senangan dan rasa nyeri dengan melawan atau mengatur pelepasan dorongan
nalurinya agar sesuai dengan tuntutan dunia luar. Ego bekerja sesuai dengan
prinsip kenyataan dan mempunyai mekanisme pembelaan seperti represi, salah
pindah, rasionalisasi dan lain-lain. Ego mulai terbentuk ketika anak berumur 1
tahun. SuperEgo ajaran dan hukuman yang diletakkan kepadanya oleh orang
tua dari luar, dimasukan kedalam superego (internalisasi) yang selanjutnya
menilai dam membimbing prilakunya dari dalam, biarpun orang tua tidak ada lagi
disampingnya, Superego yang mulai terbentuk umur 5 – 6 tahun membantu ego dalam
pengawasan dan pelepasan impuls id, mengadung moral, hatinurani, rasa salah,
C.Spiritual
Definisi spiritual
lebih sulit dibandingkan mendifinisikan agama/religion, dibanding dengan kata
religion, para psikolog membuat beberapa definisi spiritual, pada dasarnya
spitual mempunyai beberapa arti, diluar dari konsep agama, kita berbicara masalah
orang dengan spirit atau menunjukan spirit tingkah laku . kebanyakan spirit
selalu dihubungkan sebagai factor kepribadian. Secara pokok spirit merupakan energi baik secara fisik dan psikologi,
Menurut kamus Webster (1963) kata spirit berasal
dari kata benda bahasa latin ‘Spiritus” yang berarti nafas (breath) dan kata
kerja “Spirare” yang berarti bernafas. Melihat asal katanya , untuk hidup
adalah untuk bernafas, dan memiliki nafas artinya memiliki spirit. Menjadi
spiritual berarti mempunyai ikatan yang lebih kepada hal yang bersifat
kerohanian atau kejiwaan dibandingkan hal yang bersifat fisik atau material.
Spiritual merupakan kebangkitan atau pencerahan diri dalam mencapai makna hidup
dan tujuan hidup. Spiritual merupakan bagian esensial dari keseluruhan
kesehatan dan kesejahteraan seseorang.
Spiritual dalam pengertian luas merupakan hal yang
berhubungan dengan spirit , sesuatu yang spiritual memiliki kebenaran yang
abadi yang berhubungan
dengan tujuan hidup manusia, sering dibandingkan dengan Sesuatu yang
bersifat duniawi, dan sementara, Didalamnya mungkin terdapat kepercayaan
terhadap kekuatan supernatural seperti dalam agama , tetapi memiliki penekanan
terhadap pengalaman pribadi. Spiritual dapat merupakan eksperesi dari kehidupan
yang dipersepsikan lebih tinggi, lebih kompleks atau lebih terintegrasi dalam
pandangan hidup seseorang,dan lebih dari pada hal yang bersifat indrawi. Salah
satu aspek dari menjadi spiritual adlah memiliki arah tujuan, yang secara terus
menerus meningkatkan kebijaksanaan dan kekuatan berkehendak dari seseorang,
mencapai hubungan yang lebih dekat dengan ketuhanan dan alam semesta dan
menghilangkan ilusi dari gagasan salah yang berasal dari alat indra , perasaan,
dan pikiran. Pihak lain mengatakan bahwa aspek spiritual memiliki dua proses , pertama
proses keatas yang merupakan tumbuhnya kekuatan internal yang mengubah hubungan
seseorang dengan Tuhan , kedua proses kebawah yang ditandai dengan peningkatan
realitas fisik seseorang akibat perubahan internal. Konotasi lain perubahan
akan timbul pada diri seseorang dengan meningkatnya kesadaran diri, dimana
nilai-nilai ketuhanan didalam akan termanifestasi keluar melalui pengalaman dan
kemajuan diri,
Apakah ada perbedaan antara spiritual dan religius, spiritualitas ádalah
kesadaran diri dan kesadaran individu tentang asal , tujuan dan nasib. Agama
ádalah kebenaran mutlak dari kehidupan yang memiliki manifestasi fisik diatas
dunia. Agama merupakan praktek prilaku tertentu yang dihubungkan dengan
kepercayaan yang dinyatakan oleh institusi tertentu yang dihubungkan dengan
kepercayaan yang dinyatakan oleh institusi tertentu yang dianut oleh
anggota-anggotanya. Agama memiliki kesaksian iman , komunitas dan kode etik,
dengan kata lain spiritual memberikan jawaban siapa dan apa seseorang itu
(keberadaan dan kesadaran) , sedangkan agama memberikan jawaban apa yang harus
dikerjakan seseorang (prilaku atau tindakan). Seseorang bisa saja mengikuti
agama tertentu , namun memiliki spiritualitas . Orang – orang dapat menganut
agama yang sama, namun belum tentu mereka memiliki jalan atau tingkat
spiritualitas yang sama.
D. FAITH AND BELIEF
Dalam iman , seorang manusia berkeyakinan
bahwa ia berhubungan dengan Allah sendiri, Tuhan sendiri tujuan dan isi iman
kepercayaan. . Maka dari itu obyek
iman bukanlah pengertian-pengertian, gagasan-gagasan atau ide-ide mengenai
Tuhan melainkan Tuhan sendiri. Tuhanlah yang dipercayai manusia, Tuhan dalam
kepribadian dan dalam manifestasi-manifestasi-Nya. Antara orang yang beriman
dengan Tuhan terdapat hubungan pribadi, bagi orang beriman, Tuhan menjadi
tujuan hasrat-hasratnya yang intim , tetapi juga sekaligus penolong yang
diandalkannya dalam mengejar kesempurnaan eksistensinya. Oleh karena itu
tindakan “percaya “merupakan kenyataan yang kompleks. Didalamnya terdapat
keyakinan intelektual, ketaatan yang taqwa dan hubungan cinta kasih. Kompleksitas
ini bersesuaian dengan majemuknya faham kebapa ilahi
Secara Pskologis kita harus membedakan arti kata iman dan percaya. Kata
percaya lebih statis dan tidak menunjukan adanya sikap emosi yang positif
terhadap obyek atau ide yang dipercayainya itu. Misalnya kita percaya besok
akan hujan, kepercayaan ini tidak selalu disertai adanya kewajiban terhadap
kepercayaan itu Lin dengan iman yang bersikap dinamis , kata iman menunjukan
adanya kehangatan emosi dan mengandung keharusan-keharusan atau
kewajiban-kewajiban sebagai akibat adanya keimanan. Misalnya anda iman kepada
Allah ini berarti bukan hanya percaya secara lisan kepadaNya, tapi juga
mengandung kesetiaan , kecintaan sebagai implikasi kewajiban kepada si muknin.
Kepercayaan bisa menjadi keimanan melalui perkembangan sedikit demi sedikit .
Dalam perkembangan ini berperan pengaruh orang tua dan lingkungannya.
1. Stimulus response verbalism, pada level ini keimanan hanyalah di bibir
(anak-anak), mekanismenya disini seperti orang yang belajar, mereka
mengulang-ulang perbuatan yang mendapat hadiah dan menghilangkan kata atau
perbuatan yang tercela, kata-kata yang menimbulkan rasa aman akan diulang-ulang
oleh si anak,
9
dengan demikian timbul rasa aman, kepercayaan yang hanya dibibir akan
dikembangkan oleh anak dengan memasukkan kepercayaan itu dalam dirinya, dan ini
sangat pendtin untuk menjadi dasar dan sikapnya dan menjadi pegangan hidup.
2. Intelectual comprehension
Terlihat pada masa remaja, lebih memerlukan intelek dan adanya proses
kreatif yang lebih kmpleks dari pada respons bersyarat saja, pikirna dan logika
berperan dalam setiap proses keimanan, jiwa mula-mula percaya, timbul
kebimbangan, kemudian proses berfikir timbul kepercayaan yang baru atau insight
baru sebagai sintesa dari kepercayaan yang ada dan kebimbangan
3. Behavioral demonstration
Pada level ini sebagai akibat kepercayaan
yang kuat akan keimanan seorang terlihat dalam timdakannya. Tingkah laku lebih
menunjukan kesungguhan adanya keimanan daripada sekedar ucapan-ucapan saja,
behavior demonstraton contoh nya pada sufi/mistikus yang teguh imannya
4. Comprehensive integration
Hal-hal yang termasuk ketiga level diatas merupakan penampilan aspek-aspek
saja dari pada kepercayaan . Disamping tiu yang lebih dalam ialah yang mencakup
ketiga-tiganya menjadi satu kesatuan, baik kata-kata , pemikiran dan juga
perbuatan di integrasikan untuk mebentuk satu kesatuan dalam diri individu
KESIMPULAN
Menurut Prof. Dr. Zakiah Darajat bahwa
psikologi agama meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku orang
atau mekanisne yang bekerja dalam diri seseorang, karena cara seseorang
berpikir, bersikap, bereaksi dan bertingkah laku tidak dapat dipisahkan dari
keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam kostruksi pribadi
Belajar psikologi agama tidak untuk membuktikan
agama mana yang paling benar, tapi hakekat agama dalam hubungan manusia dengan
kejiwaannya , bagaimana prilaku dan kepribadiannya mencerminkan keyakinannnya
Agama berasal dari kata latin religio, yang dapat
berarti obligation/kewajiban
Agama dalam Encyclopedia of Philosophy adalah kepercayaan
kepada Tuhan yang selalu hidup, yakni kepada jiwa dan kehendak ilahi yang
mengatur alam semesta dan mempunyai hubungan moral dengan umat manusia (James
Martineau)
Menurut Carl Jung (1955) Tuhan adalah sesuatu
kekuatan yang berpengaruh besar yang alami dan pengaruhnya tidak dapat di
bendung.
Thomas Van Aquino mengemukakan bahwa yang menjadi
sumber kejiwaan agama itu ialah berfikir , manusia berTuhan karena manusia
menggunakan kemapuan berfikirnya. Kehidupan beragama merupakan refleksi dari
kehidupan berfikir manusia itu sendiri. Pandangan semacam ini masih tetap
mendapatkan tempatnya hingga sekarang ini dimana para ahli mendewakan ratio
sebagai satu-satunya motif yang menjadi sumber agamaMenurut kamus Webster
(1963) kata spirit berasal dari kata benda bahasa latin ‘Spiritus” yang berarti
nafas (breath) dan kata kerja “Spirare” yang berarti bernafas.
Kata percaya lebih statis dan tidak menunjukan
adanya sikap emosi yang positif terhadap obyek atau ide yang dipercayainya itu.
Iman yang bersikap dinamis , kata iman menunjukan
adanya kehangatan emosi dan mengandung keharusan-keharusan atau
kewajiban-kewajiban sebagai akibat adanya keimanan.
KADAFTAR PUSTA
1. Drs H. Ahmad Fauzi , Psikologi
Umum Pustaka setia Bandung, 2004
2. Jalaluddin Rakhmat , Psikologi Agama
sebuah pengatar, Mizan 2004
3. Dr. Nico Syukur Dister, Psikologi Agama,
penerbit Kanisius,
4. Davic Fontana,
Psychology , Religion and spirituality, Bps Blackwell, 2003
5. Endang Saifuddun Anshari M. A. Ilmu , Filsafat
dan Agama, Penerbit Bina Ilmu 1979
6. Prof Dr. H. Ramayulis, Psikologi Agama
, Kalam Mulia 2004
7. Drs. H. Aziz Ahyadi , Psikologi
Agama, Mertiana Bandung
8. Aliah B. Purwakanta Hasan,
Psikologi Perkembangan Islami, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar