Daftar Blog Saya

Selasa, 20 September 2011

Thaharah


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Didalam syariat islam kita mengenal istilah thaharah adalah suatu kegiatan bersuci dari hadats dan najis sehingga seseorang diperbolehkan utuk mengerjakan suatu ibadah yang dituntut harus dalam keadaan suci.
Melalui jalur thaharah diharapkan seorang muslim dapat menjalankan atau mengerjakan suatu ibadah yang menjadi kewajibannya, wajib bersuci terlebih dahulu dari hadats maupun suci dari najis karena bersuci merupakan syarat syah untuk mengerjakan suatu ibadah seperti shalat.
Untuk mengetahui lebih lanjut tenyang bagai mana cara membersihkan diri kita dari hadats, najis dan kotoran maka saya akan membahas makalah yang berjudul “THAHARAH’ pada makalah ini akan diuraikan beberapa contoh saja .

BAB II
PEMBAHASAN

I.        PENGERTIAN THAHARAH
Thaharah berarti bersih ( nadlafah ), suci ( nazahah ) terbebas ( khulus ) dari kotoran ( danas ). Seperti tersebut dalam surat Al- A’raf ayat 82 :
إنّهم انا س يتطهّرون
Yang artinya :
“ Sesungguhnya mereka adalah orang – orang yang berpura – pura mensucikan diri “. Dan pada surat Al – Baqorah ayat 222 :
إنّ الله يحبّ التّوّابين و يحبّ المتطهّرين
Yang artinya :
“ Sesungguhnya Allah menyukai orang – orang yang bertaubat dan orang-orang yang mensucikan diri “.
Menurut syara’ thaharah itu adalah mengangkat ( menghilangkan ) penghalang yang timbul dari hadats dan najis. Dengan demikian thaharah syara’ terbagi menjadi dua yaitu thaharah dari hadats dan thaharah dari najis.
II.      THAHARAH DARI HADATS
Thaharah dari hadats ada tiga macam yaitu wudhu, mandi, dan tayammum. Alat yang digunakan untuk bersuci adalah air mutlak untuk wudhu’ dan mandi, tanah yang suci untuk tayammum.
A.      WUDHU’
Menurut lughat ( bahasa ), adalah perbuatan menggunakan air pada anggota tubuh tertentu. Dalam istilah syara’ wudhu’ adalah perbuatan tertentu yang dimulai dengan niat. Mula – mula wudhu’ itu diwajibkan setiap kali hendak melakukan sholat tetapi kemudian kewajiban itu dikaitkan dengan keadaan berhadats. Dalil – dalil wajib wudhu’ :
1. Ayat Al – Qur’an surat Al – Maidah ayat 6 yang artinya “ Hai orang – orang yang beriman, apabila kamu hendak melakukan sholat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan ( basuh ) kakimu sampai dengan ke dua mata kaki …”
2. Hadits Rasul SAW
لا يقبل الله صلاة احدكم إذا احدت حتّي يتوضّأ
Yang artinya :
“Allah tidak menerima shalat seseorang kamu bila Ia berhadats, sampai Ia berwudhu’ “ ( HR Baihaqi, Abu Daud, dan Tirmizi )
a.       Fardhu wudhu’ yaitu :
1)      Niat
2)      Membasuh muka
3)      Membasuh tangan
4)      Menyapu kepala
5)      Membasuh kaki
6)      Tertib
b.      Sunat wudhu’ yaitu :
1)      Membaca basmalah pada awalnya
2)      Membasuh ke dua telapak tangan sampai ke pergelangan sebanyak tiga kali, sebelum berkumur – kumur, walaupun diyakinin tangannya itu bersih
3)      Madmanah, yakni berkumur – kumur memasukan air ke mulut sambil mengguncangkannya lalu membuangnya.
4)      Istinsyaq, yakni memasukan air ke hidung kemudian membuangnya
5)      Meratakan sapuan keseluruh kepala
6)      Menyapu kedua telinga
7)      Menyela – nyela janggut dengan jari
8)      Mendahulukan yang kanan dari kiri
9)      Melakukan perbuatan bersuci itu tiga kali – tiga kali
10)   Muwalah, yakni melakukan perbuatan tersebut secara beruntun
11)   Menghadap kiblat
12)   Mengosok – gosok anggota wudhu’ khusus nya bagian tumit
13)   Menggunakan air dengan hemat
c.       Terdapat tiga pendapat mengenai kumur – kumur dan menghisap air di dalam wudhu’ yaitu :
1)      Kedua perbuatan itu hukumnya sunah. Ini merupakan pendapat Imam Malik, asy- Syafi’I dan Abu hanifah.
2)      Keduanya fardhu’ , di dalam wudhu’. Dan ini perkataan Ibnu abu Laila dan kelompoka murid Abu Daud
3)      Menghisap air adalah fardhu’, dan berkumur-kumur adalah sunah. Ini adalah pendapat Abu Tsaur, Abu Ubadah dan sekelompok ahli Zahir.Dalam wudhu’ terdapat niat. Ada beberapa pendapat mengenainya. Sebagian Ulama amshar berpendapat bahwa niat itu menjadi syarat sahnya wudhu’, mereka adalah Ima as- syafi’I, Malik, Ahmad, Abu Tsaur, dan Daud. Sedang Fuqoha lainnya berpendapat bahwa niat tidak menjadi syarat ( sahnya wudhu’ ). Mereka adalah abu Hanifah, dan Ats- sauri. Perbedaan mereka karena, perbedaan pandangan mengenai wudhu’ itu sendiri. Yang memang bukan ibadah murni seperti sholat. Hal ini dilakukan demi mendekatkan diri kepada Allah SWT.
d.      Hal – hal yang membatalkan wudhu’ :
1)      Keluar sesuatu dari qubul atau dubur, berupa apapun , benda padat atau cair, angin. Terkecuali maninya sendiri baik yang biasa maupun tidak, keluar sendirinya atau keluar daripadanya. Dalil yang berkenaan dengan hal in yaitu surat Al- Maidah ayat 6 yang artinya “ … atau keluar dari tempat buang air ( kakus ) … “
2)      Tidur, kecuali duduk keadaan mantap. Tidur merupakan kegiatan yang tidak kita sadari, maka lebih baik berwudhu’ lagi karena dikhawatirkan pada saat tidur ( biasanya ) duburnya keluar sesuatu tanpa ia sadari.
3)      Hilang akal, dengan sebab gila, mabuk, atau lainnya. Batalnya wudhu’ dengan hilangnya akal adalah berdasarkan qiyas kepada tidur, degan kehilangan kesadaran sebagai persamaannya.
4)      Bersentuh kulit laki – laki dan perempuan. Firman Allah dalam surat An – Nisa ayat 43 yang artinya “ … atau kamu telah menyentuh perempuan ..” . Hal tersebut diatasi pada sentuhan :
Ø  Antara kulit dengan kulit
Ø  Laki- laki dan perempuan yang telah mencapai usia syahwat
Ø  Diantara mereka tidk ada hubungan mahram
Ø  Sentuhan langsung tanpa alas atau penghalang
5)      Menyentuh kemaluan manusia dengan perut telapak tangan tanpa alas.
B.      MANDI ( AL – GHUSL )
Menurut lughat, mandi disebut al – ghasl atau al – ghusl yang berarti mengalirnya air pada sesuatu. Sedangkan di dalam syara’ ialah mengalirnya air keseluruh tubuh disertai dengan niat.
1.       Fardhu’ yang mesti dilakukan ketika mandi yaitu :
a.       Niat.
Niat tersebut harus pula di lakukan serentak dengan basuhan pertama. Niat dianggap sah dengan berniat untuk mengangkat hadats besar, hadats , janabah, haidh, nifas, atau hadats lainnya dari seluruh tubuhnya, untuk membolehkannya shalat.
b.      Menyampaikan air keseluruh tubuh, meliputi rambut, dan permukaan kulit. Dalam hal membasuh rambut, air harus sampai ke bagian dalam rambut yang tebal. Sanggul atau gulungan rambut wajib dibuka. Akan tetapi rambut yang menggumpal tidak wajib di basuh bagian dalamnya.
Untuk kesempurnaan mandi, di sunatkan pula mengerjakan hal-hal berikut ini :
1)      Membaca basmalah
2)      Membasuh tangan sebelum memasukannya ke dalam bejana
3)      Bewudhu’ dengan sempurna sebelum memulai mandi
4)      Menggosok seluruh tubuh yang terjangkau oleh tangannya
5)      Muwalah
6)      Mendahulukan menyiram bagian kanan dari tubuh
7)      Menyiram dan mengosok badan sebanyak- banyaknya tiga kali
c.       Sebab – sebab yang mewajibkannya mandi :
1)      Mandi karena bersenggama
2)      Keluar mani
3)      Mati, kecuali mati sahid
4)      Haidh dan nifas
5)      Waladah ( melahirkan )
6)      Sembuh dari gila ( hilang akal )
7)      Bertemunya dua alat kelamin walaupun tanpa mengeluarkan air mani
Perempuan diwajibkan mandi setelah melahirkan, walaupun ’ anak ‘ yang di lahirkannya itu belum sempurna. Misalnya masih merupakan darah beku ( alaqah ), atau segumpal daging ( mudghah ).
C.      TAYAMMUM
Tayammum menurut lughat yaitu menyengaja. Menurut istilah syara’ yaitu menyampaikan tanah ke wajah dan tangan dengan beberapa syarat dan ketentuan. Macam Thaharah yang boleh diganti dengan tayamum yaitu bagi orang yang junub. Hal ini terdapat dalam surat Al – Maidah ayat 6, yang artinya “…dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air ( kakus ) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik ( bersih )…“
1.       Tayammum itu dibenarkan apabila terpenuhi syarat - syarat sebagai berikut :
a.       Ada uzur, sehingga tidak dapat menggunakan air. Uzur mengunakan air itu terjadi dikarenakan sedang dalam perjalanan ( musafir ), sakit, hajat. Ada beberapa kriteria musafir yang diperkenankan bertayammum, yaitu :
Ø  Ia yakin bahwa disekitar tempatnya itu benar-benar tidak ada air maka ia boleh langsungbertayammum tanpa harus mencari air lebih dulu.
Ø  Ia tidak yakin, tetapi ia menduga disana mungkin ada air tetapi mungkin juga tidak. Pada keadaan demikian ia wajib lebih dulu mencari air di tempat- tempat yang dianggapnya mungkin terdapat air.
Ø  Ia yakin ada air di sekitar tempatnya itu. Tetapi menimbang situasi pada saat itu tempatnya jauh dan dikhawatirkan waktu shalat akan habis dan banyaknya musafir yang berdesakan mengambil air, maka ia diperbolehkan bertayammum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar